Selasa, 20 Oktober 2009

Dubes Vatikan Kunjungi Raja Ampat

Duta besar Vatikan Untuk Indonesia, Archbishop Leopoldo Girelli, jumat-Minggu, 16-17 Oktober 2009 melakukan kunjungan ke Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat. Kunjungan Dubes Vatikan di Kabupaten yang terkenal dengan keindahan alam bawah lautnya ini merupakan salah rangkaian kegiatan dalam rangka mengikuti perayaan 50 Tahun Keuskupan Manokwari Sorong. dalam kunjungan tersebut, Dubes Vatikan yang senang dengan kehidupan bawah laut ini sempat melakukan snorkling di Kabupaten Raja Ampat serta melakukan tatap muka dengan Unsur Muspida Kabupaten Raja Ampat, yang berlangsung di Resort Waiwo, Kabupaten Raja Ampat. pada kesempatan itu, bupati Raja Ampat, Drs, Marcus Wanma, M.Si mempresentasikan tentang potensi sumber daya alam Raja Ampat serta strategi kebijakan pembangunan yang menitik beratkan pada pembangunan sektor perikanan dan pariwisata.

Soal Sumber daya alam Raja Ampat, Dubes Vatikan tak mampu menyembunyikan kekagumannnya. ia mengakui wajar bila pemerintah Indonesia mengusulkan Raja Ampat sebagai warisan dunia kepada UNESCO. Ia berharap masyarakat Raja Ampat menjaga sumber daya alam tersebut sebagai anugerah Tuhan yang tak ada duanya. dikatakannya, pelestarian alam dan ciptaan Tuhan merupakan bagian penting dari penjabaran iman dan kepercayaan.

Keesokan harinya, Sabtu, 17 Oktober 2009, Duta besar Vatikan untuk Republik Indonesia, Mgr. Leopoldo Girelli melakukan peletakan batu pertama pembangunan Gedung Gereja Stasi St. Petrus Waisai. Peletakan batu pertama yang diawali dengan penyerahan ibadah dan penyerahan surat pelesapan tanah adat dari tokoh adat, Djabir Mambraku, kepada Bupati Raja Ampat dan dari Bupati Raja Ampat kepada Duber Vatikan Untuk RI ini juga diikuti oleh UskupManokwari Sorong, Mgr. Hilarion Datus Lega, Pr, Bupati Kabupaten Raja Ampat, Drs. Marcus Wanma, M.Si, Ketua Forum Kerukunan Antar Umat Beragama Kabupaten Raja Ampat, Pdt. Paulus A. Luthurmas, S.Th, MA.
Ratusan umat menyaksikan proses peletakan batu pertama tersebut. Usai melakukan peletakan batu pertama, Dubes Vatikan bersama Bupati Raja Ampat juga melakukan penandatangan prasasti sebuah tanda gereka katoli Pertama di Kabupaten Raja Ampat sejak 50 tahun Keuskupan Manokwari Sorong. Prosesi tersebut disambut suka cita oleh Umat Katolik Stasi St. Petrus Waisai, yang selama mengunakan gedung SMAN 1 Raja Ampat sebagai tempat ibadah untuk hari Minggu sedangkan ibadah keluarga yang dilaksanakan setiap hari kamis diadakan dari rumah ke rumah.
Selain umat katolik, kedatangan Dubes Vatikan di bumi bahari Raja Ampat juga disambut meriah oleh masyarakat Waisai, Ibukota Kabupaten Raja Ampat, baik umat GKI Klasis Raja Ampat Utara maupun Umat Muslim Waisai. Dalam ibadah peletakan pertama, Jemaat Olfa Omega Waisai, kabupaten Raja Ampat menyumbangkan sebuah lagu sedangkan ibu-Ibu BKMT, mempersiapkan santapan makan siang bagi duta dan rombongannya, bahkan sejak persiapan kedatangan duta vatikan sejumlah kelompok masyarakat membantu panitia untuk menyukseskan kunjungan Duber vatikan tersebut. Tak ketinggalan tim coremap II Raja Ampat membantu panitia dalam mempersiapkan kunjungan tersebut.
Kaitan dengan peletakan batu pertama tersebut, Dubes Vatikan Untuk RI dalam kotbah saat memimpin ibadah mengatakan peletakan batu pertama merupakan tanda dimulainya pembangunan fisik gedung gereja stasis st. petrus Waisai. Namun bukan sekedar itu, kata Duber, gereja sebagai persekutuan harus meletakan dasar hidup dan seluruh perjuangannya di dunia di atas batu penjuru, yakni Yesus Kristus. Di katakannya, umat katolik dalam hidupnya harus meneladani, Yesus Kristus sebagai batu penjuru.kepada Umat katolik ia meminta untuk mengembangkan nilai-nilai kasih, persaudaraan dan saling menghormati dalam kehidupan setiap hari.
Ia juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh masyarakat Raja Ampat yang begitu antusias dengan kedatangannya. Ia berharap, kerukunan hidup tetap dipertahankan sebagai dasar dari kehidupan bersama.
Sementara itu bupati Kabupaten Raja Ampat, Drs. Marcus Wanma dalam sambutannya mengatakan agama menjadi salah satu factor kunci dalam sejarah peradaban manusia, keberadaannya melahirkan sebuah perubahan besar. Disaat sejarah mengabaikan orang yang menjadi korban atau kalah, dan memperhatikan orang yang menang, disana agama hadir dengan mengintroduksi ‘kekuatan supranatural’ sebagai negasi terhadap segala kemacetan ideologi, keputus-asaan, jalan buntu yang diakibatkan oleh sistem sosial.

Agama diibaratkan sebagai sumber energi yang tidak habis-habisnya ditimba umat manusia untuk memperoleh kekuatan baru dalam mengejar apa yang disebut sebagai kebenaran. Sementara kebenaran adalah panggilan Tuhan agar manusia hidup dalam keutuhannya. Nilai agama yang diyakini bersumber dari Yang Kudus, dan dijadikan kerangka acuan seluruh realitas dunia maupun akhirat.

Ukuran masyarakat madani, bukan saja pada pemenuhan kebutuhan lahiriah, seperti tercapainya pembangunan ekonomi, infrastruktur, pendidikan dan kesehatan tetapi sejauh mana nilai-nilai religi menjiwai tatanan kemasyarakatan dan pembangunan.

Oleh karena itu, peletakan batu pertama pembangunan Gedung Gereja dan penandatangan prasasti sebuah tanda gereja Katolik Pertama di Kabupaten Raja Ampat sejak 50 tahun Keuskupan Manokwari Sorong hari ini mempunyai momen penting sebagai wujud rahmat Tuhan yang selalu terus mengalir di kabupaten ini.

Dikatakan, Wanma nama stasi ini tersebut mengingatkannya akan penunjukan Rasul Petrus oleh Yesus sebagai kepala gereja. “Engkau adalah Petrus dan diatas batu karang ini, Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya, (Injil Matius, Bab 16, ayat 18). Terlepas dari kajian teologis, kata Wanma ini penting dihayati oleh umat Katolik yang mendiami Kabupaten Raja Ampat, sebagai kawasan pusat segitiga terumbu karang dunia, (Coral Tri-angle).

Pembangunan gedung gereja ini selain sebagai tanda dimulainnya komuniasi yang intens dengan Tuhan dalam doa dan ibadah, tetapi juga menjadi tanda dimana umat Katolik mulai meningkatkan persekutuan intra umat beragama, antar umat beragama dan pemerintah dalam menata masa depan kabupaten ini dengan berlandaskan kasih.

Dalam membangun Kabupaten Raja Ampat yang beragam etnis, suku dan ras ini, kita perlu membuka diri dalam dialog kehidupan dan karya dengan semua umat beragama yang ada, serta terus menerus membina persaudaraan sejati dengan semua orang. Dalam semangat inilah semua masyarakat berjalan dan terus menerus berdiri sebagai pelaku dan saksi cinta kasih. Karena daya kesaksian hanya bisa punya arti kalau kita amalkan kasih itu dalam kehidupan kita.

Oleh karena itu, saya menyambut baik peletakan batu pertama pembangunan gedung gereja ini serta penandatangan prasasti sebuah tanda gereja Katolik pertama di Kabupaten Raja Ampat sejak 50 Tahun Keuskupan Manokwari Sorong.

Membangun gereja sebagai bangunan fisik itu mungkin mudah, tetapi membangun gereja sebagai persekutuan umat itu yang sulit. Kalau seluruh proses pembangunan ini direnungkan dengan tenang, maka kita temukan, ternyata dalam proses itu kita belajar menghormati satu sama lain. Kita berusaha membangun kerjasama, berdialog dan berkomunikasi atas nama hidup bersama. Maka muncul pokok pikiran ini sebagai benang merah perjalanan kenangan kita: Di akhir proses pembangunan fisik dan pembangunan iman, kita sebenarnya ditantang untuk membangun dan membentuk persekutuan yang diwarnai semangat cinta kasih dan persaudaraan sejati. Orientasi tersebut bukan hanya untuk kepentingan gereja, tetapi panggilan untuk mewujudkan tanggung-jawab demi kebaikan bersama.

Bagi seluruh masyarakat Raja Ampat saya selalu katakan, bahwa agama dan pemerintah memiliki peran yang sama dalam pembangunan. Bila agama menyentuh aspek spiritual, mental dan aklak masyarakat, pemerintah melayani pembangunan fisik seperti infrastruktur dasar, pembangunan ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Kia dipertemukan pada satu simpul, yakni masyarakat. Umat atau jemaat yang dilayani agama adalah juga masyarakat yang dilayani pemerintah. Dua-duanya mengarah pada satu tujuan, yakni terwujud masyarakat Kabupaten Raja Ampat yang sejahtera, lahiriah dan bathiniah, material dan spiritual.

Kendatipun kita memiliki peran masing-masing, dalam pola kemitraan selaku pemerintah daerah kami tetap memberikan dukungan bagi pertumbuhan dan perkembangan iman masyarakat. Bagi yang nasrani, kami berikan bantuan wisata rohani ke Yerusalem, dan bagi yang muslim, kami berikan bantuan naik haji bagi imam-imam mesjid di kampung-kampung serta pemberian insentif bagi pemuka agama.

Saya berharap dengan dimulainya pembangunan gereja ini diharapkan umat akan semakin berkembang dalam kualitas iman, pengharapan dan kasih. Nilai-nilai iman ini, yang berdasarkan pada 1 Koristus bab 13, menjadi landasan bagi kehidupan kita, sehingga kehidupan beragama dan bermasyarakat di daerah ini semakin hari semakin baik.

Peletakan batu pertama tersebut diakhir dengan foto bersama dan santap siang berama. By.Petrus Rabu

Bupati Raja Ampat Resmikan BRI UNIT Waisai

Bupati Raja Ampat Resmikan BRI Unit Waisai
Bank Rakyat Indonesia Cabang Sorong melebarkan sayapnya di Waisai, Kabupaten Raja Ampat. Hal ini ditandai dengan mulai operasinya BRI Unit Waisai, Selasa, 20 Oktober 2009. Peresemian kantor BRI Unit Waisai ditandai dengan pengguntingan pita oleh Bupati Kabupaten Raja Ampat, Drs. Marcus Wanma, M.Si disaksikan Kapolres Raja Ampat, Kompol Alfred Papare, S.IK, Ketua DPRD Kabupaten Raja Ampat, Bram Ambrauw, SE, Pimpinan BRI cabang Sorong, Aestika Oriza Gunarto serta para pejabat di Lingkungan Pemda Raja Ampat.
Sebelum pengguntingan pita, Pimpinan BRI Cabang Sorong, Aestika Oriza Gunarto dalam sambutannya mengatakan peresemian ini sekaligus mengukuhkan keberadaan BRI untuk bersama pemerintah Raja Ampat dalam membangun masyarakat, khususnya usaha mikro kecil dan menengah. Dikatakannya, dalam menyalurkan kredit, BRI Cabang Sorong memberikan prioritas bagi daerah-daerah dalam wilayah kerjanya, seperti Kabupaten Sorong, Kota Sorong, Sorong Selatan, Fakfak dan Raja Ampat.
Sementara itu, Bupati Raja Ampat dalam sambutannya mengatakan kehadiran BRI Unit Waisai merupakan langkah maju dalam menopang program pembangunan pemerintah daerah. Setidaknya, mengatasi masalah krisis sirkulasi keuangan yang selama ini masih bergantung pada lembaga perbankan yang berada di Sorong. Dikatakan Wanma, lembaga keuangan atau perbankan merupakan urat nadi pembangunan, karena melalui lembaga inilah arus uang dialirkan ke berbagai instansi atau lembaga baik pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat dengan proses yang cepat dan tepat.
Dikatakan Wanma, apabila menengok peran BRI terutama selama periode pembangunan jangka panjang tahap I yang lalu dapat dilihat bagaimana Bank ini tumbuh dan berkembang seiring dengan peranannya dalam menunjang pembangunan ekonomi dan sosial di alam orde baru.
Dijelaskan Wanma, seperti diketahui sejak Pelita I tugas dan fungsi BRI diarahkan pada perbaikan ekonomi rakyat dan pembangunan ekonomi nasional, antara lain dengan mengutamakan pembiayaan kepada koperasi, petani, nelayan, serta industri kecil. Selain itu, BRI mengembangkan lembaga keuangan pedesaan melalui peranannya dalam membina bank sekunder.
Karena itu, Wanma berharap kehadiran BRI Waisai berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi yang berbasis kerakyatan di Kabupaten Raja Ampat, mengingat Kabupaten Raja Ampat memiliki Potensi besar di bidang kelautan dan perikanan serta pariwisata. “Mudah-mudahan, kehadiran BRI akan membantu pengusaha kecil dan koperasi, petani, nelayan serta industry kecil lainnya dalam mengembangkan usahanya,” ujar Wanma.
Usai peresmian tersebut, langsung dilakukan pelayanan sebagai tanda operasi perdana. Pada Kesempatan tersebut, Bupati Raja Ampat tercatat sebagai nasabahpertama yang menabung di BRI Unit Waisai. Dan pada hari pertama pembukaannya, semua nasabah yang menabung diberikan souvioner yang menarik.

Marcus Wanma, Pemimpin yang memenuhi harapan rakyat

Marcus Wanma, Pemimpin Yang Memenuhi Harapan Rakyat

Air mata Marcus Wanma tak terbendung setiap kali mengenang masa-masa sebelum Raja Ampat menjadi daerah otonom. Sebagai bagian dari warga masyarakat Raja Ampat ketika itu, ia turut merasakan betapa sulitnya masyarakat menemukan hakekat dan makna kehidupan yang lebih baik. Setidaknya dari sisi aksebilitas dan pelayanan pembangunan.

Marcus Wanma menggambarkan sebelum pemekaran mayoritas masyarakat Raja Ampat hidup dibawah garis kemiskinan. Wilayahnya terisolir serta pelayanan pembangunan masih kurang. “Banyak anak-anak Raja Ampat yang putus sekolah. Kasus kematian ibu dan anak sangat tinggi. Mereka hidup di pulau-pulau yang terpencil dan jauh dari pelayanan pemerintahan,” kenangnya.

Marcus Wanma tidak serta-merta menyalahkan pemerintah kala itu. Luasnya wilayah pemerintahan dan minimnya sarana transportasi memperlebar jarak antara masyarakat dan pemerintah. Hasilnya pelayanan pemerintahan tidak optimal. Pembangunan berjalan ditempat dan masyarakat terjerat belunggu kemiskinan ditengah kelimpahan sumber daya lautnya.

Bukan itu saja, kondisi geografis daerah Raja Ampat yang terdiri dari laut menjadi hambatan pada pelayanan pemerintahan. Roda pemerintahan dan pembangunan jarang menyentuh daerah yang tepat di garis khatulistiwa tersebut. “Bayangkan untuk sampai ke wilayah Misool, Ayau, Kofiau ataupun daerah lainnya, kita harus membutuhkan waktu yang lama dengan biaya yang tidak sedikit,” ujar Pak Wanma.

“Saat itu, masyarakat Raja Ampat jauh tertinggal dari daerah lainya di Papua. Masyarakat Raja Ampat sangat merindukan perubahan,” tambahnya.

Kondisi yang digambarkan Marcus Wanma juga diceritakan beberapa tokoh masyarakat dan tokoh adat Kabupaten Raja Ampat. Samgar Sosir,S.Sos, Tokoh Masyarakat Waigeo Utara, yang saat ini menjabat sebagai Kepala Badan Kepegawai Daerah Kabupaten Raja Ampat mengakui Raja Ampat sebelum pemekaran sangat terasing dari pembangunan.

“Saya lihat waktu ketika masih bergabung dengan Kabupaten Sorong, daerah Raja Ampat diasingkan dari pembangunan baik infrastuktur, sumber daya manusia, dan kesehatan. Kita tertinggal jauh sekali,” kata Samgar.

Hal yang sama diungkapkan, Rasyid Wauyai. Sebelum pemekaran, pria yang sehari-harinya sebagai Kepala Kampung Beo ini mengakui pembangunan di Kampung Beo berjalan di tempat. Tidak ada perubahan. Tidak ada pembangunan. Kondisi itu merata di semua kampung di distrik Teluk Mayalibit. “Sebelum pemekaran, masyarakat di Kampung Beo, demikian juga kampung-kampung lain di Distrik Teluk Mayalibit hanya menunggu takdir. Tidak bisa buat apa-apa. Ini dirasakan oleh hampir semua kampung,” terang Rasyid.

“Setelah pemekaran sampai saat ini, pemda Raja Ampat telah membangun 20 unit perumahan rakyat tipe 36 dibangun di Kampung Beo. Sekolah juga sudah berjalan, sudah ada ruko. Kami juga mendapatkan bantuan pemberdayaan ekonomi rakyat dari pemerintah seperti ketinting, solar sell, keramba ikan, bantuan budidaya kerapu. Juga beberapa bantuan lain seperti bantuan dana respek, dan lain sebagainya,” banding Rasyid.

Kondisi sebelum pemekaran membuat bathin Marcus Wanma, kelahiran Kampung Asukweri, Distrik Waigeo Utara ini terus bergejolak. Ia ingin melakukan sesuatu bagi masyarakarat Raja Ampat. Karena itu, ditengah kesibukannya sebagai pegawai Negeri Sipil di Kabupaten Sorong, ia tak pernah berhenti memikirkan nasib sekitar 46.000 warga masyarakat Kabupaten Raja Ampat, yang tersebar di 610 pulau di Kabupaten Raja Ampat. “Ketika menjadi PNS di Kabupaten Sorong saya terus berpikir tentang apa yang harus saya buat untuk masyarakat saya,” kenang Wanma.

Namun kerinduan dan pergolakan bathinnya tidak mengendorkan semangat dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. Sebagai Pegawai Negeri Sipil di Kabupaten Sorong, Marcus Wanma tetap menunjukan kedisiplinan, ketekunan dan keuletannya dalam berkarya. Semangat pengabdiannya bagi masyarakat Kabupaten Sorong tetap dijunjung tinggi. Kualitas kerjanya terus ditingkatkan. Prestasi kerja yang ditunjukkan Pak Wanma mendorong Bupati Kabupaten Sorong, Jhon Piet Wanane, SH menunjuknya sebagai Kepala Badan Kepewagaian Daerah Kabupaten Sorong, guna memberikan pelayanan yang prima bagi seluruh pegawai di Kabupaten Sorong. Karier Pak Wanma terus menanjak. Bahkan ia pernah ditunjuk sebagai asisten III Setda Kabupaten Sorong. Ketika ia menjabat sebagai asisten III,

Prestasi kerja Pak Wanma, tidak hanya diakui, Jhon Piet Wanane, tetapi juga dicatat Menteri Dalam Negeri ketika itu. Lahirnya undang-undang nomor 26 tahun 2002 tentang pemekaran 14 Kabupaten/Kota di Papua, dimana salah satunya adalah Kabupaten Raja Ampat. Nama Marcus Wanma dideretkan sebagai salah putra terbaik Papua untuk memimpin daerah pemekaran tersebut. Ia ditunjuk sebagai Penjabat Bupati Kabupaten Raja Ampat.
Penunjukan tersebut seakan mengabulkan impian, cita-cita dan kerinduan Pak Wanma untuk membawa perubahan bagi masyarakat Raja Ampat. Sebagai pribadi yang beriman dan taat beribadah, ia mengakui pemekaran bukan hanya usaha manusia semata tetapi juga berkat campuran tangan ilahi guna membawa masyarakat Raja Ampat pada keadaan yang lebih baik. “Pemekaran adalah jembatan emas untuk menghantar masyarakat pada kesejahteraan. Ini adalah anugerah Tuhan bagi masyarakat Raja Ampat,” ujarnya.

Lahir di kampung yang terpencil menguatkan filosofi Pak Wanma, bahwa tujuan pemekaran adalah memperpendek rentang kendali, membongkar keterisolasian, keterbelakangan dan mendekatkan pelayanan pembangunan dan pemerintahan kepada masyarakat. Sebagai anugerah Tuhan, pak Wanma mengakui pemekaran harus dimanfaatkan sebaik-baiknya hanya dan untuk kesejahteraan rakyat.

Untuk itu sebagai karakter bupati antara tahun 2003-2005, selain menjalan tugas-tugas pokoknya seperti mempersiapkan pemilihan legislatif, mempersiapkan infrastruktur dasar dan mempersiapkan pemilihan kepala daerah, juga melakukan berbagai terobosan, seperti pembangunan perumahan rakyat, mempersiapkan pendidikan, layanan kesehatan kepada masyarakat. Dalam masa tugasnya sebagai karakter, Marcus Wanma sering melakukan kunjungan keliling dari kampung ke kampung untuk melihat dari dekat keadaan dan kebutuhan masyarakat.

Dalam kunjungan itu, Marcus Wanma mengakui bahwa ada banyak hal yang dilakukan guna memperbaiki nasib masyarakat Raja Ampat di segala bidang. Selain ingin melihat keadaan masyarakat dari dekat, Marcus Wanma yang gemar membaca ini mau mendengar langsung kebutuhan dan harapan masyarakat. Data-data lapangan tersebut, kemudian dirumuskannya dalam program-program pembangunan.

“Sejak awal bahkan sampai sekarang, pak Wanma sering melakukan kunjungan ke Kampung-Kampung. Bahkan setiap tahun 2-3 kali Pak Wanma mengunjugi kampung-kampung yang ada di Raja Ampat,” ujar Asisten Administrasi Umum Setda Kabupaten Raja Ampat, Drs. Untung.

Jabatan sebagai karakteker bupati, bukanlah pekerjaan mudah bagi Marcus Wanma. Sebagai daerah baru, pak Wanma diperhadapkan berbagai masalah seperti ketiadaan infrastruktur dasar, kekurangan sumber daya manusia, kualitas pelayanan kesehatan yang kurang memadai, kemiskinan yang melilit masyarakat Raja Ampat yang umumnya mendiami wilayah pesisir serta tidak adanya sarana transportasi.

“Kabupaten ini kita bangun dari “nol”. Ibarat kendaraan bermotor, kita start dari kilo meter “0”. Dimana-mana kita menemukan kekurangan. Bahkan sejak pertama kita masuk Waisai, kita harus membangun tenda-tenda sebagai tempat tinggal. Saat itu Waisai masih hutan belukar,” kisahnya.

Kaitan dengan masalah-masalah tersebut Pak Wanma mengakui itu hanyalah ujian untuk membuat pribadinya bijaksana dalam mencari solusinya. “Daerah ini dimekarkan untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Kita dipanggil untuk menyelesaikan masalah-masalah seperti ini,” ujar Marcus Wanma yang gemar berolahraga bulutangkis dan bola volley tersebut.

Sebagaimana tugas seorang karakter bupati, Marcus Wanma berhasil mempersiapkan penyelenggaraan pemilihan legislatif pertama di kabupaten yang memiliki jenis terumbu karang terbanyak di dunia tersebut. Selain itu. Ia pun berhasil mempersiapkan beberapa infrastruktur dasar. Pada bulan Awal 2005, ia mengundurkan diri dari karakter bupati dan mempersiapkan diri untuk mengikuti pemilihan kepala daerah. Pejabat Bupati diganti oleh Alm.Drs. Jack Kapissa. “Banyak tokoh masyarakat, tokoh agama dan lapisan masyarakat lainnya meminta saya maju dalam pilkada pertama di kabupaten ini,” katanya.

Pada bulan Oktober 2005, Drs. Marcus Wanma, M.Si yang berpasangan dengan Drs. Inda Arfan memperoleh suarat mayoritas pada pemilihan kepala daerah. Tepat pada 16 Nopember 2005, Marcus Wanma dilantik jadi bupati Raja Ampat oleh Pejabat Gubernur Provinsi Irian Jaya Barat, Purn. Brigjen. Bram Atururi dan disaksikan oleh Pimpinan dan Anggota DPRD Provinsi Irian Jaya Barat, Jimmy Demianus Idji.
Bagi Marcus Wanma, kemenanganya pada pilkada pertama tersebut merupakan kepercayaan sekaligus tanggung jawab untuk mengabdikan yang terbaik bagi masyarakat Raja Ampat. “Kemenangan ini adalah kepercayaan rakyat, yang juga merupakan tanggung jawab bagi saya untuk menjalankan amanah mereka di kabupaten ini,” ujar Marcus Wanma.

Setelah dilantik menjadi bupati definitive, Marcus Wanma perubahan dimana-mana. Dengan berpijak pada visi: Mewujudkan Kabupaten Raja Ampat sebagai kabupaten bahari yang didukung potensi sumber daya pariwisata, perikanan dan kelautan menuju masyarakat madani dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia, ia memperhatikan pembangunan di semua bidang bidang seperti mempersiapkan infrastruktur dasar, pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi kerakyatan. by. petrus rabu