Kamis, 19 November 2009

Biar Bertahta di Tengah Samudera


oleh: Petrus Rabu
Staf Humas dan Protokol Pemda Raja Ampat

Laut menjadi citra yang menunjukan eksistensi bangsa Indonesia. Julukan negara kepulauan atau negara maritim menjadi identitas khas bangsa ini sejak zaman nenek moyang. Negara kita memiliki kurang lebih 17.000 buah pulau. Dan, laut memiliki luasan dominan dari daratan. Sayangnya laut belum optimal memberikan makna bagi keberadaan masyarakat. Berbagai factor mempengaruhinya. Salah satunya adalah pengelolaan laut yang belum efektif dan efesien. Bahkan hasil sumber daya laut cendrung menurun. Eksistensi negara maritim pun harus terbenam dibawah bayang-bayang paradigma pembangunan yang kedarat-daratan. Maka garis kemiskinan membentang luas sepajang pesisir dan pantai bangsa ini.

Perubahan paradigm pembangunan sentralistik ke desentralistik membawa aza baru bagi masyarakat. Otonomi daerah sebagai pelimpahan kewenangan, diharapkan mampu merubah paradigma pembangunan yang dianut selama ini. Saatnya berfokus pada laut dan dikelola secara bijak dan berkelanjutan sehingga rakyat tetap lestari dan sejahtera, bukan saja untuk sesaat atau satu generasi tetapi melampaui sang waktu. Idealism ini tentunya membutuhkan keterlibatan dan komitmen semua pihak, baik dari sisi kebijakan maupun dukungan masyarakat setempat.


Raja Ampat dan KKLD

Sebagaimana bangsa yang besar, pemerintah dan masyarakat Kabupaten Raja Ampat pun melihat laut sebagai citra yang menunjukkan keperibadiannya. Fakta tak terpungkiri bahwa 80 % dari luas wilayah Raja Ampat terdiri dari laut dengan gugusan pulau besar dan kecil. Ditambah kondisi demografis yang 90 % penduduk bermata pencaharian sebagai nelayan. Mengantungkan hidupnya dari sumber daya laut. Laut menjadi sandaran hidup.

Karena itu, maka Pemda Raja Ampat menempatkan sektor kelautan sebagai skala prioritas pembangunan. Hal ini ditandai dengan penetapan kabupaten Raja Ampat sebagai kabupaten bahari. Juga dalam rangka mewujudkan masyarakat madani melalui sektor bahari. Diharapkan visi dan penetapan tersebut membuka jalan bagi masyarakat menuju masa depan yang lebih baik. “Laut adalah masa depanku. Dari laut aku hidup. Ini adalah moto kita di Kabupaten Raja Ampat,” kata Bupati Kabupaten Raja Ampat, Drs. Marcus Wanma, M.Si.

Kendatipun dari laut kita hidup, itu bukan berarti pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya laut harus berlebihan, over fishing. Apalagi dengan cara-cara yang tidak ramah lingkungan seperti bom dan potassium. Motto “dari laut aku hidup” memiliki muatan filosofi yang mendalam. Sepanjang laut ada maka akupun ada. Artinya, kehidupan masyarakat Raja Ampat, baik masa kini, masa yang akan datang sangat bergantung pada sumber daya laut. Motto itu mengisyaratkan satu hal bahwa laut menjamin sebuah kehidupan yang lebih baik untuk generasi Kabupaten Raja Ampat yang melampui ruang dan waktu. Karenanya, laut sejatinya membuat kita boleh “meraja” atas di kehidupan ini.

Caranya? Hanya satu, laut dikelola secara berkelanjutan dan lestari. Karena itu, berlandas pada visi menuju kehidupan yang lebih baik itulah maka pemda Raja Ampat bekerja sama masyarakat dan LSM Internasional, seperti The Nature Conservancy (TNC) dan Conservation International (CI) mendeklarasikan dan menetapkan enam Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) di perairan Raja Ampat. KKLD tersebut diharapkan memberi makna bagi kehidupan masyarakat Raja Ampat dalam seluruh sektor kehidupannya, baik secara sosial, ekonomi, politik dan pendidikan. “KKLD itu semacam bank tabungan ikan, karena di sana ada zona yang memang tidak boleh ada penangkapan. Tujuannya membiarkan ikan bertelur dan berkembang biak,” ujar Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Raja Ampat, Ir. Becky Rahawarin, MM.

Tapi persoalananya, bahwa sejak dideklarasikan dua tahun silam, KKLD Raja Ampat belum dikelola secara maksimal. Selama ini KKLD yang telah ditetapkan melalui Perda No. 27 tahun 2008 tersebut hanya diurus oleh sebuah “seksi” kecil di bawah Dinas Perikanan dan Kelautan Raja Ampat. Inilah persoalannya. Para pakar pengelolaan konservasi perairan menilai tugas tersebut tidak mudah dan sangat tidak maksimal jika hanya diurus oleh sebuat unit kegiatan yang kecil jika dipautkan luas KKLD yang mencapai 1, 12 juta Ha. “Ada enam KKLD di Raja Ampat, tersebar di perairan Raja Ampat, kalau hanya diurus bagian kecil dari dinas perikanan, saya pikir ini tidak optimal,” ujar Alberth Nebore, yang di damping Christovel Rotinsulu, manager pengelolaan berbasis ekosistem di Raja Ampat.

Lembaga Khusus


Berkaitan dengan pengelolan KKLD di Kabupaten Raja Ampat, Sangeeta Mangubhi, pimpinan TNC Raja Ampat mengatakan konservasi memiliki kaitan erat dengan pembangunan yang berkelanjutan di Kabupaten Raja Ampat. Sebagai hasil penelitian TNC dan CI bahwa Raja Ampat merupakan kawasan yang memiliki keanekaragaman hayati laut tertinggi saat ini. Oleh karena itu, Sanggeta mengakui penetapan KKLD yang seluas 1,1 juta Ha di Raja Ampat merupakan komitmen dan aksi pada pelestarian sumber daya laut di jatung segitiga karang dunia. "Raja Ampat mempunyai kontribusi yang besar pada konservasi laut," ujar Sangeeta, yang kelahiran Negara Fiji.

Sementara itu, Albert Nebore, S.Psi menegaskan sebagai mitra pemerintah, CI, TNC dan WWF dengan semangat kepedulian akan menjadi bagian pemerintah dalam upaya pelestarian alam dan manusia. Roh utama LSM (NGO) adalah kemitraan. Kehadirian LSM di Raja Ampat dalam rangka dedikasi dan kemitraan dengan pemerintah dalam menghadapi tantangan global dan kondisi riil masyarakat lokal yang miskin ditengah kelimpahan sumber daya alam.
LSM bersama pemerintah, kata Albert, memasukan isu lingkungan dalam pembangunan demi sebuah kualitas hidup yang lebih baik. Kualitas hidup yang diungkapkan Albert, tidak lain adalah gambaran dari sebuah kehidupan yang layak, sehat dan sejahtera jasmani dan rohani melalui pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. ”Penetapan KKLD merupakan pintu gerbang bagi masyarakat Raja Ampat menuju kehidupan yang berkualitas dimasa yang akan datang, ”tandas Albert.
Dua LSM internasioanl yang kecimpung pada isu konservasi di Raja Ampat merekoemdasikan untuk pembentuk lembaga khusus bagi pengelola KKLD di Raka Ampat. Dan berdasarkan rsapat konsultasi antara pemerintah dan kedua lembaga tersebut maka direkomendasikan pembentukan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD). Kaitan dengan rekomendasi pada pertemuan tersebut, Bupati Drs. Marcus Wanma, M.Si mengakui sangat strategis bagi pemerintah daerah tentang penting konservasi di Raja Ampat. Dalam menjaga keberlangsungan SDA di Raja Ampat, khusus bagaimana pengelolaannya. Bupati mengakui peran LSM sangat penting dalam pengelolaan SDA di Raja Ampat. ”Ternyata pemda Raja Ampat tidak sendirian saja dalam upaya konservasi di Raja Ampat,” ujar Marcus Wanma.

”Berkat usaha kita bersama, maka sebagaimana yang kita ketahui saat ini, kita memberikan kontribusi yang besar bagi kegiatan konservasi. Kita telah menetapkan 1,1 jt Ha kawasan konservasi laut di Raja Ampat. Tentunya menjadi sumbanganbesar bagi dunia internasional dalam menghadapi krisis lingkungan,” lanjut Bupati.

Oleh karena itu, bupati berharap rekomendasi yang dihasilkan untuk membentuk badan sendiri bagi pengelolaan KKLD di Raja Ampat harus diwujudkan sehingga KKLD memberikan dampak yang positif bagi masyarakat. Dengan demikian, laut Raja Ampat bukan saja sebagai raja yang tertidur tetapi akan menjadi raja yang selalu memberikan kejayaan bagi masyarakat Raja Ampat bukan saja saat ini tetapi juga di masa yang akan datang. Bupati mengakui, UPTD ini bukan saja KKLD, tetapi juga bagi sejumlah potensi yang ada di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), di lingkungan Pemda Raja Ampat. (petrus rabu)
b

Tidak ada komentar:

Posting Komentar